Minggu, 18 Desember 2011

marketing politik??

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Secara bahasa strategic management dapat di definisikan sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang dapat memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannnya. Seperti tersirat dalam definisi, menejement strategis berfokus pada mengintegrasikan menejemen, pemasaran, keuangan produksi, operasi, penelitian dan pengembangan. Dan sistem informasi untuk mencapai keberhasilan organisasi . Strategi marketing politik merupakan ilmu dalam memformulasikan pemasaran politik dengan membentuk citra dan mempengaruhi opini publik.
Keberhasilan suatu partai politik dalam memenangkan pemilihan umum sangat ditentukan oleh beberapa factor, baik factor internal maupun factor eksternal. Salah satu factor yang menentukan keberhasilan partai politik itu adalah pemasaran politik. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Scammell (1999) yang menyatakan, bahwa pemasaran politik menawarkan cara baru dalam memahami dan mengelola politik modern. Demikian juga O’Cass (1996a) juga mengemukakan, bahwa pemasaran mendorong dan memungkinkan partai dan pemilih untuk menjadi bagian dari suatu dialog konstruktif.
Karena pemasaran politik merupakan salah satu factor yang menentukan keberhasilan partai politik dalam mengambil simpati dari para pemilih yang akhirnya memenangkan pemilihan umum, maka perlu menentukan strategi yang paling tepat dalam pemasaran politik.
Pada saat ini partai-partai politik di Indonesia dalam memenangkan pemilihan umum pada umumnya belum menerapkan strategi pemasaran yang tepat, yaitu strategi yang dihasilkan dari hasil pengkajian secara ilmiah. Dengan demikian hasilnya masih banyak yang belum sesuai dengan harapan, baik harapan masyarakat pemilih ataupun harapan partai yang bersangkutan.
Beberapa penyebab seluruh partai di Indonesia belum menggunakan strategi pemasaran yang tepat diantaranya adalah : kemampuan sumber daya manusia atau profesionalisme tim sukses, sistem yang ada dan diberlakukan dalam tim sukses, anggaran yang dimiliki dalam menggerakkan candidat yang bersangkutan, sarana dan prasarana yang dimiliki candidat yang bersangkutan, serta karakteristik dari masyarakat pemilih serta bauran pemasaran yang diterapkan belum tepat.
Namun demikian apa yang menjadi dominan dalam mempengaruhinya, untuk setiap calon pilkada adalah berbeda-beda, sehingga pemasaran politik yang harus dilakukan masing-masing kandidat tersebut juga memerlukan strategi pemasaran yang berbeda-beda pula. Pentingnya menerapkan strategi pemasaran politik yang tepat oleh masing-masing calon kepala Daerah karena hal tersebut juga akan menentukan baik tidaknya hasil pemilihan umum .


.2 KEMASAN POLITIK DKI JAKARTA
DKI Jakarta merupakan ibu kota sebagai pusat peradaban. Di kawasan inilah berbagai lapisan masyarakat maupun etnis dapat ditemui, Dikota ini pula kerajinan dari berbagai suku mampu dipasarkan. DKI Jakarta merupakan pusat perdagangan, ekonomi, bisnis, dan modernisme. Tentu menjadi seorang gubernur DKI Jakarta merupakan sebuah Jabatan yang sangat prestisius dan sangat membanggakan. Dimana DKI Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia dan merupakan sketsa dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Tak heran bila saat ini para calon kandidat berlomba-lomba menyuarakan janji- janji mereka untuk mendapatkan simpati public. Mediapun menjadi salah satu alternative yang amat jitu dalam mempromosikan kampanye.
Penggarapan media lini atas dan media lini bawah secara terencana, terukur dan masif membuat terpaan publisitas (publicity exposure) mampu memalingkan perhatian publik untuk menerima perbincangan tentang siapa kandidat yang layak menjadi DKI-1 menjadi dikursus public yang penting.
Sementara itu, kita mencatat dibeberapa kali pemilu tingkat nasuional dan pikada di beberapa daerah, pemilih kita sering kali di dominasi oleh semangat etnisitas, primordialisme, budaya patriarki dan semangat feudal yang kental.



PEMBAHASAN
2.1 STUDI KASUS PILKADA
Demam Pilkada kini telah menyebar hampir merata di berbagai kota, kabupaten ataupun provinsi yang menyelenggarakan perhelatan demokrasi di tingkat lokal ini. Pertarungan membangun citra kian hingar bingar seiring berbagai publisitas yang dimainkan oleh media.
Di era industri komunikasi yang ditandai dengan maju pesatnya industri media massa, hampir mustahil seorang politisi yang hendak berlaga, menafikan hubungan baik dengan media. Semakin ia mampu mengusai dan memiliki akses atas media maka akan semakin kuat daya tarik dia dalam mempersuasi khalayak.
Oleh sebab itu media mana sajakah yang digunakan oleh kandidat pilkada dalam kompetisi membangun citra ? dan bagaimanakah pengaruh media tersebut dalam membengun citra positif di masyarakat sehingga mampu memberikan perubahan persepsi masyarakat ? dan media mana yang efektif dalam membangun citra positif para candidat pilkada DKI Jakarta?.
2.2 LANDASAN TEORI
A. Marketing Politik
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, semakin terintegrasinya masyarakat global dan tekanan untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, institusi politik pun membutuhkan pendekatan alternatif untuk membangun hubungan dengan konstituen dan masyarakat luas
Dalam konteks inilah marketing sebagai suatu disiplin ilmu yang berkembang dalam dunia bisnis diasumsikan berguna bagi institusi politik. Ilmu marketing biasanya dikenal sebagai sebuah disiplin yang menghubungkan produsen dan konsumen. Hubungan dalam marketing tidak hanya terjadi satu arah, melainkan dua arah sekaligus dan stimultan. Produsen perlu memperkenalkan dan membawa produk serta jasa yang dihasilkan kepada konsumen
Semua usaha marketing dimaksudkan untuk meyakinkan konsumen bahwa produk yang di’jual’ memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan produk yang dijajalan pesaing. Metode dan pendekatan yang terdapat dalam ilmu marketing dapat membantu institusi politik untuk membawa produk politik kepada konstituen dan masyarakat secara luas. Institusi politik dapat menggunakan metode marketing dalam penyusunan produk politik, distribusi produk politik kepada publik dan meyakinkan bahwa produk politiknya lebih unggul dibandingkan dengan pesaing.
Penggunaan metode marketing dalam bidang politik dikenal sebagai marketing politik (political marketing). Dalam marketing politik, yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar lebih efisien serta efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Hubungan ini diartikan secara luas, dari kontak fisik selama periode kampanye sampai dengan komunikasi tidak langsung melalui pemberitaan di media massa.
Mauser, G yang mendifinisikan marketing sebagai ‘influencing mass behavior in competitive situations’(Mauser,1983:5). Marketing politik dianalogikan kepada marketing komersial. Misalnya di sektor komersial harus memiliki target audience dari pemilih yang harusnya mendukung, menggunakan media massa, dalam sebuah lingkungan kompetitif yang dipadati lebih dari satu ‘brand’ produk. Meskipun memang akan ada perbedaan mendasar antara marketing politik dengan marketing komersial.
Terdapat beberapa asumsi yang musti dilihat untuk dapat memahami marketing politik, karena konteks dunia politik memang mengandung banyak perbedaan dengna dunia usaha. Menurut O’Shaughnessy, politik berbeda dengan produk retail, sehingga akan berbeda pula muatan yang ada di antara keduanya. Politik terkait erat dengan pernyataan sebuah nilai (value) . Jadi, isu politik bukan sekedar produk yang diperdagangkan, melainkan menyangkut pula keterikatan symbol dan nilai yang menghubungkan individu-individu. Dalam hal ini poliitik lebih dilihat sebagai aktivitas social untuk menegaskan identitas masyarakat.
Menurut Lock dan Harris, terdapat beberapa karakteristik mendasar yang membedakan marketing politik dengan marketing dalam dunia bisnis. Perbedaan ini berasala dari kenyataan bahwa kondisi pemilihan umum memang berbeda dengan konteks dunia usaha pada umumnya. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah :
1. Pada setiap pemilihan umum, semua pemilih memutuskan siapa yang mereka pilih pada hari yang sama. Hampir tidak ada perilaku pembelian produk dan jasa dalam dunia usaha seperti perilaku yang terjadi selama pemilihan umum.
2. Tidak ada harga langsung ataupun tidak langsung yang terkait dengan pencoblosan.
3. Dalam proses pembelian di pasar ekonomi, produk dan jasa yang adalah yang mereka beli. Pembeli dapat menolak konsumsi atas barang-barang yang tidak disukai. Sedangkan dalam politik, ketika partai atau kandidat mereka kalah, pihak yang kalah ini harus hidup dan menelan kenyataan atas berkuasanya kandidat serta partai yang memenangkan pemilu.
4. Produk politik atau produk individu adalah produk tidak nyata (intangible) yang sangat kompleks, tidak mungkin dianalisis secara keseluruhan. Sebagai konsekuensinya, kebanyakan pemilih menggunakan judgment terhadap keseluruhan konsep dan pesan yang diterima.
5. Pemenang pemilu akan mendominasi dan memonopoli proses pembuatan kebijakan public. Pemenang pemilu akan mendapatkan hak dan legitimasi untuk melakuakn semua hal yang mengatur keteraturan social dalam masyarakat.
6. Meskipun terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengubah arah dan platform partai politik, kemungkinan untuk meluncurkan brand politik yang baru sangatlah sulit. Soalnya, brand dan image politik pada umumnya sudah melekat dengan keberadaan partai tersebut.
7. Dalam banyak kasus marketing di dunia bisnis, brand yang memimpin pasar cenderung untuk tetap menjadi leader dalam pasar. Sedangkan dalam politik, pihak yang berkuasa akan dapat dengan mudah jatuh menjadi partai yang tidak popular ketika mengeluarkan kebijakan public yang tidak populer seperti menaikkan pajak dan menaikkan harga bahan bakar minyak. Reputasi politik dapat meroket dan dengan cepat jatuh tenggelam hingga ke dasar yang paling dalam.
2.2.1 Persaingan dalam kehidupan politik
Seiring dengan gelombang demokratisasi di seluruh dunia, konsekuensi yang muncul adalah semakin ditekannya aspek transparansi dan kebebasan masyarakat untuk terikat dan mengikatkan diri pada suatu partai politik atau kontestan individu tertentu. Transparansi berarti masyarakat semakin sadar bahwa aktivitas politik perlu diatur secara transparan, untuk menjamin bahwa masing-masing pihak memiliki kesempatan yang sama dalam upaya memenangkan pemilihan umum. Praktik-praktik kolusif dan diskriminasi terhadap suatu partai politik atau kontestan individu tertentu menjadi musuh bersama yang harus dihilangkan. Hal ini menyangkut hak asasi manusia. Konsekuensi logis dalam hal ini adalah bahwa persaingan yang fair semakin dituntut untuk dilaksanankan oleh partai politik dan kontestan selama pemilu.
Meningkatnya persaingan parpol
Persaingan yang sehat merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam iklim demokrasi. Untuk dapat memegang kekuasaan, partai politik atau seorang kandidat harus memenangkan pemilihan umum dengan perolehan suara terbanyak di antara kontestan-kontestan lainnya. Semakin bertambahnya partai politik membuat persaingan semakin tinggi pula.
Masyarakat juga dihadapkan pada lebih banyak alternative pilihan selama periode pemilihan umum. Kenyataan bahwa suatu partai politik melalui massa tradisional bukanlah jaminan bahwa massa tradisionalnya itu tidak akan pindah dan migrasi ke partai politik lain.
Tuntutan masyarakat akan kinerja partai politik atau seorang kontestan pun menjadi semakin tinggi seiring dengan meningkatnya pilihan yang ada. Masing-masing kontestan harus mampu menunjukkan bahwa merekalah yang paling mampu memecahkan permasalahan dan Negara.
2.2.2 Kebutuhan akan metode dan pendekatan marketing
Dengan kondisi persaingan ini, masing-masing kontestan membutuhkan cara dan metode yang tepat untuk bisa memenangkan persaingan. Mengukur kemenangan dalam dunia politik dilakukan dengan melihat siapa yang keluar sebagai pemenang dalam pemilihan umum. Namun, kemenangan ini juga harus dikaji dan dianalisis dengan hati-hati mengingat perimbangan kekuasaan yang ada diantara partai-partai politik.
2.2.3 Peran Marketing dalam Dunia Politik
Kini dunia politik telah menjadi terbuka dan transparan. Dunia politik tidak kebal terhadap persaingan, bahkan bidang ini justru sangat kental diwarnai dengan persaingan. Persaingan ini terjadi untuk memperebutkan hati konstituen dan membuat mereka memilih kandidat (partai politik atau kontestan individu) masing-masing selama periode pemilihan umum
Persaingan ini menuntut masing-masing konsumen untuk memikirkan cara dan metode yang efektif untuk mampu berkomunikasi dan meyakinkan konstituen bahwa kandidat atau partai politik merekalah yang paling layak dipilih.
2.2.4 Pro-Marketing Politik
Kotler dan Levy (1969) adalah dua orang yang menganjurkan untuk menggunakan metode marketing dalam dunia politik. Mereka melihat bahwa marketing sebagai media interaksi antara dua atau lebih struktur sosial. Meskipun disiplin marketing politik berkembang akhir-akhir ini, namun aktivitas marketing dalam politik telah dilakukan sebelum kaum intelektual dan akademisi mempelajarinya.
Marketing berkontribusi besar terhadap partai politik dalam cara mengemas pesan politik yang berbentuk iklan (Rothscild, 1978; Jamieson et al., 1999) . Dengan menggunakan marketing, partai politik bisa mengukur konsekuensi dan efektivitas media serta metode ynag digunakan, misalnya pengaruh debat antarcalon presiden atau antarwakil-wakil partai dalam memengaruhi perilaku pemilih.
2.2.5 Kontra-Marketing Politik
Banyak yang tidak setuju dengan kehadiran marketing politik, karena aplikasi marketing dalam dunia politik meninggalkan masalah etika dan moral. dalam sebuah organisasi mengemas informasi berbeda dengan kenyataan bahkan sampai memanipulasi informasi yang ditransfer.
Politik berkaitan erat dengan upaya melakukan strukturasi dan mengatur eksistensi sosial. Selain itu, politik berkaitan erat pula dengan pemrosesan sebuah ide. Sehingga marketing dikhawatirkan bibsa meracuni dunia politik dengan cara-cara eksploitasi dan manipulasi politik. .
Candidat Marketing Map
• Riset lingkungan (environment research) : yakni seting dan konteks dimana seorang kandidat mengorganisasikan sebuah kampanye. Hal ini terkait dengan upaya mendifinisikan isu, peluang, dan tantangan yang dihadapi kandidat. Misalnya pada tahap ini meriset situasi ekonomi, mood pemilih (voter satisfaction or dissatisfaction), isu dan konsern penting pemilih, peta demografi pemilih, riset partai dominan atau independen dll.
• Analisis penilaian internal dan eksternal (internal and external assesment analysis). Kandidat mesti menilai kekuatan dan kelemahan dirinya, kekuatan dan kelemahan organisasi kampanye pada seluruh tahapan pengembangan, status kandidat sebagai incumbent atau penantang, peluang isu-isu kampanye, kekuatan dan kelemahan kompetitor.
• Marketing strategis (strategic marketing), misalnya terkait dengan segmentasi pemilih (usia, income, pendidikan, etnis, ideologi kelompok dll.), target dan positioning (citra kandidat versus citra lawan
• Seting tujuan dan strategi kampanye (goal setting and campign strategy) misalnya menyangkut positioning latarbelakang dan qualifikasi, pesan utama kampanye, pemilihan isu dan solusi konsep pribadi kandidat dll
• Komunikasi, distribusi dan perencanaan organisasi (communication, distribution and organization plan). Tahap ini misalnya menekankan pada sosok penampilan, publisitas, iklan dan pemilihan pesan, format serta desain medianya. Termasuk penyiapan organisasinya misalnya saja, fundraiser and development staff, Issue and Research Staff, Media and Publicity Staff, Voulenteers and Party Workers dll.
2.3 PUBLISITAS
Dalam pemasaran politik dikenal dengan salah satunya adalah publisitas politik. Publicity adalah teknik penyiaran berita tentang peristiwa yang diatur/diciptakan terlebih dahulu untuk kepentingan seseorang, suatu badan atau suatu hal dalam tahap pertama tidak memerlukan biaya. Akan tetapi, dalam publisitas politik ini merupakan upaya mempopulerkan diri kandidat atau institusi partai yang bertarung.
Ada empat bentuk publisitas yang dikenal dalam komunikasi politik. Pertama, pure publicity : Peristiwa biasa (ordinary news) memberi peluang untuk suatu publisitas. Jadi dengan mempopulerkan diri melalui aktivitas dengan natural atau apa adanya. Kedua, free ride publicity : publisitas dengan cara memanfaatkan pihak ke-3 untuk mempopulerkan diri atau kandidat. Ketiga, tie-in publicity : publisitas dengan memanfaatkan extra ordinary news (kejadian sangat luar biasa). Keempat, paid publicity : Penyiaran berita dalam media massa, atau publisitas yang memerlukan biaya untuk menyewa ruang/program dalam media massa.
Kampanye
Roger dan Storey mendefinisikan kampanye sebagai : ”Serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”. Pfau dan Parrot (1993) memiliki rumusan tentang kampanye sebagai berikut
: “A Campaign is conscious, sustained and incremental process designed to be implemented over a specified period of time for the purpose of influencing a specified audience” (kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu dengan tujuan mempengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan). Kampanye komunikasi adalah tindakan komunikasi yang terorganisir yang diarahkan pada khalayak tertentu, pada periode waktu tertentu guna mencapai tujuan tertentu.
PERBEDAAN ANTARA KAMPANYE DAN PROPAGANDA (VENUS, 2004. hal.6)
Dalam kampanye terdapat jenis-jenis kampanye untuk membicarakan motivasi yang melatarbelakangi sebuah kampanye. Dan dalam menentukan ke arah mana kampanye akan dicapai harus mempunyai tujuan kampanye yang jelas. Kemudian jenis kampanye ke dalam tiga kategori yaitu: product-oriented campaigns, candidate-oriented campaigns dan ideologically or cause oriented campaigns.
 Product-oriented campaigns, kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasinya adalah memperoleh keuntungan finansial
 Candidat-oriented campaign, kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk memperoleh kekuasaan politik. Jenis ini sering juga disebut political campaigns
 Ideologically campaigns, jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan sosial. Disebut juga sebagai social change campaigns
Beberapa model kampanye yang akan diuraikan disini meliputi: Model Komponensial Kampanye, Model Kampanye Ostergaard, The Five Functional Stages Development Model, The Communicative Functions Model, Model Kampanye Nowak dan Warneryd, dan The Diffusion of Innovations Model.
a. Model Komponensial Kampanye
Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: sumber kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek dan umpan balik. Unsur yang di anggap penting untuk mendeskripsikan dinamika proses kampanye
. Dalam model kampanye ini digambarkan bahwa sumber (campaign makers) memiliki peran yang dominan. Secara langsung mengonstruksi pesan yang ditujukan untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak (campaign receiver). Jadi, ketika pesan diterima ooleh khalayak diharapkan muncul efek perubahan pada diri mereka.
b. Model Kampanye Ostergaard
Pada model ini yang dapat diambil untuk keywordnya seperti kuantifikasi, cause and effect analysis, data, dan theoretical evidence. Klingemann,2002 bahwa kampanye ostergaard mampu mengidentifikasi masalah dengan jernih maka ini disebut dengan tahap prakampanye. Dari identifikasi masalah ini kemudian dicari hubungan sebab-akibat (cause and effect relationship) dengan fakta-fakta yang ada.
Dalam mendapatkan teoritis-ilmiah tentang masalah yang ada dapat memanfaatkan ilmu-ilmu sosial murni seperti sosiologi dan psikologi. Apabila dari analisis diyakini masalah tersebut dapat dikurangi lewat pelaksanaan kampanye maka hal ini kampanye perlu dilaksanakan. Dan tahap selanjutnya yaitu pengelolaan kampanye dimulai dari perancangan, pelaksanaan hingga evaluasi. Tahap ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik khalayak dalam teknis pelaksanaan kampanye.
Model ini menandakan bahwa sikap, baik secara langsung atau tidak langsung, juga dipengaruhi oleh perubahan dalam tataran pengetahuan dan keterampilan.
c. The Five Functional Stages Development Model
Model ini dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisis kampanye di Yale University AS pada awal tahu 1960-an. Model ini dianggap yang paling popular dan banyak diterapkan di berbagai belahan dunia. Model ini menggunakan tahapan kegiatan meliputi: identifikasi, legitimasi, partisipasi, penetrasi, dan distribusi.
Tahap identifikasi lebih kepada penciptaan identitas kampanye yang dengan mudah dapat dikenal oleh khalayak. Jadi, pada kampanye pemilu misalnya, melihat symbol-simbol seperti logo dll yang digunakan oleh semua partai peserta pemilu. Kemudian tahap berikutnya adalah legitimasi. Dalam kampanye poltik, legitimasi diperoleh ketika seseorang telah masuk dalam daftar kandidat anggota legislatif atau seorang kandidat presiden sekaligus memperoleh dukungan yang kuat dalam polling yang dilakukan lembaga independen. Legitimasi mereka bisa efektif digunakan dan dipertahankan sejauh mereka dianggap capable (cakap) dan tidak menyalahgunakan jabatan.
Tahap ketiga partisipasi. Tahap ini lanjutannya dari legitimasi dan pada saat yang sama dukungan bersifat partisipatif mengalir dari khalyak. Partisipasi bersifat nyata (real). Lebih ditujukan oleh keterlibatan orang-orang dalam menyebarkan pamphlet, brosur atau poster, menghadri demonstrasi yang diselenggarakan sebuah lembaga swadaya masyarakat atau memberikan sumbangan untuk partai. Keempat tahap penetrasi seorang kandidat sebuah produk atau sebuah gagasan telah hadir dan mendapatkan tempat hati masyarakat seorang juru kampanye. Jadi, harus menarik simpati masyarakat dan meyakinkan mereka bahwa ia adalah kandidat terbaik dari sekian yang ada.
Terakhir tahap distribusi. Tujuan kampanye pada umumnya telah tercapai. Kandidat politik telah mendapatkan kekuasaan yang mereka cari pada sebuah produk yang sudah dibeli masyarakat. Bila mereka gagal melakukan hal itu maka akibatnya akan fatal bagi kelangsungan jabatan, produk atau gagasan yang telah diterima masyarakat.
d. The Communicative Functions Model
Model ini dikembangkan tim Yale University, model yang memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan kampanye. Langkah-langkah dimulai dari surfacing, primary, nomination, dan election. Tahap surfacing (pemunculan) lebih berkaitan dengan membangun landasan berikutnya.
Tahapan ini khalayak akan melakukan evaluasi awal terhadap citra kandidat secara umum. Berikutnya tahap primary, upaya untuk memfokuskan perhatian khalayak pada kandidat, gagasan atau produk yang telah kita munculkan di arena persaingan. Lebih melibatkan khalayak untuk mendukung kampanye yang dilaksanakan.
Begitu kandidat kita mendapat pengakuan masyarakat, memeperolah liputan media secara luas, atau gagasannya menjadi topic pembicaraan anggota-anggota masyarakat, maka tahap nominasi pun dimulai.
Tahap terakhir pemilihan. Tahap ini lebih kepada masa kampanye itu berakhir. Terdapat suatu terselubung pada peran kandidat ‘membeli’ ruang tertentu dari media agar kehadiran mereka tetap dirasakan. Pada tahap pemilihan in terdapat fenomena yang disebut ‘serangan fajar’ tindakan menyuap pemilih dengan sejumlah uang agar mereka memilih partai atau orang yang bersangkutan.
e. Model Kampanye Nowak dan Warnryd
Model ini merupakan model tradisional kampanye. Model ini merupakan deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam kampanye. Yang perlu diperhatikan pada model ini adalah masing-masing elemennya saling berhubungan. Tujuan kampanye pada model ini tidak bersifat rigid, tetapi dapat berubah, meskipun kampanye sedang berlangsung.
Pada model ini ada tujuh elemen kampanye yang harus diperhatikan yaitu:
1. Intenden effect (efek yang diharapkan). Efek yang hendak dicapai dengan jelas. Yang biasa terjadi kesalahan umum sekali terlalu mengagung-agungkan potensi efek kampanye sehingga efek yang dicapai menjadi tidak jelas dan tegas.
2. Competiting communication (persangan komunikasi). Suatu kampanye menjadi efektif , apabila bdiperhitungakn potensi gangguan dari kampanye yang bertolak belakang (counter campaign).
3. Communication object. Objek kampanye yang dipusatkan pada satu hal. Ketika objek kampanye ditentukan, pelaku kampanye akan dihadapkan pada pilihan apa yang akan ditonjolkan atau ditentuakn pada objek tersebut.
4. Target population & receiving group (populasi target dan kelompok penerima). Kelompok penerima adalah bagian dari populasi target. Agar penyebaran pesan dilakukan mudah maka penyebaran pesan ditujukan kepada pemuka pendapat dari populasi target. Mereka yang tidak membutuhkan atau tidak terterpa pesan kampanye adalah bagian dari kelompok yang sulit dijangkau.
5. The channel (saluran). Saluran yang digunakan dalam kampanye sangat bermacam-macam tergantung karakteristik kelompok penerma dan jenis pesan. Media dapat menjangkau hampir seluruh kelompok, namun tujuannya mempengaruhi perilaku maka akan lebih efektif bila dialkukan melalui saluran antarpribadi.
6. The message (pesan). Pesan dapat dibentuk sesuai dengan karakteristik kelompok penerimanya.
7. The communicator/sender (komunikator/pengirim pesan). Komunikator dapat dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu.
Menurut Pfau & Parrot : “Campaign are inherently persuasive communication activities” (1993). 4 aspek dalam kampanye persuasif yang tidak dimiliki tindakan persuasif perorangan :
Kampanye secara sistematis berupaya menciptakan “tempat” tertentu dalam pikiran khalayak tentang produk, kandidat atau gagasan yang disodorkan. Kampanye berlangsung dalam berbagai tahapan mulai dari menarik perhatian khalayak, menyiapkan khalayak untuk bertindak hingga akhirnya mengajak mereka melakukan tindakan nyata.
Kampanye juga mendramatisasi gagasan-gagasan yang disampaikan pada khalayak dan mengundang mereka untuk terlibat baik secara simbolis maupun praktis, guna mencapai tujuan kampanye. Kampanye juga secara nyata menggunakan kekuatan media massa dalam upaya menggugah kesadaran hingga mengubah perilaku khalayak.
Pelaku Kampanye
Betapa pentingnya peran pelaku dalam menentukan keberhasilan kampanye terhadap khalayak banyak mengenai bagaimana pengaruh kredibilitas, daya tarik dan kemiripan sumber terhadap keefektifan penyampaian pesan kampanye, yaitu:
ASPEK KARAKTERISTIK
Keterpercayaan Kaitannya dengan moralitas (bukan dengan kemampuan), kejujuran, ketulusan, bikak, adil memiliki sikap terpuji, kepedulisn dan tanggung jawab sosial, serta memiliki integritas pribadi
Keahlian Tingkat Pendidikan, kecerdasan, wawasan yang luas, penguasaan keterampilan dan pengalaman
Daya tarik Daya tarik fisik dan daya tarik psikologis
Faktor pendukung lainnya Keterbukaan (extroversion), ketenangan (composure) dan kemampuan bersosialisasi (sociability) dan karisma





















BAB III
ANALISIS KELOMPOK
Dalam Pemilihan Pilkada DKI Jakarta kandidat ada yang merupakan calon independen atau perorangan dan ada pula yang diusung melalui parta politik. Akan tetapi dalam hal ini sebenarnya tidak ada masalah bagi publick mengenai latar belakang calon apakah dia independent atau perwakilan dari partai, yang jadi permasalahan bagi publik adalah apakah kandidat itu bisa memberikan alternative bagi kompleksnya permasalahan di DKI Jakarta.
Dan salah satu yang tak kalah pentingnya adalah figur dari sosok kandidat tersebut seperti faktor ketokohan seseorang, atau faktor pengalaman dan faktor integritas menjadi faktor penting dalam pemilihan serta menjadi motivasi bagi masyarakat dalam memilih.
Selain persoalan pengalaman, persoalan merakyatpun penting, karena publikpun membutuhkan figur merakyat. Menjadi orang yang mengatur wibawa, orang yang dianggap publik mampu mengubah pelayanan publik di DKI Jakarta, karena pelayanan publik sangat mengkhawatrkan saat ini. Publik berharap kedepan pemimpinnya adalah orang -orang yang mampu menyelesaikan persoalan publik, karena di DKI Jakarta pelayanan publik sangat mengkhawatrkan di level birokrasi, transprtasi serta penanganan banjir.
Publik berharap calon Gubernur DKI kedepan mampu membenahi Jakarta, akan tetapi publik berharap jika calon perorangan ini bisa menjadi alternative dan bisa menjadi model sirkulasi tanpa ditunggangi kepentingan partai.
Bila kita lihat selama ini tidak banyak calon perorangan yang berhasil, yang paling pentng adalah calon perorangan ini memiliki karakter tokoh, kalau tidak figur yang kuat saya rasa sulit untuk menang. Selain itu faktor pendanaanpun menjad faktor yang penting dalam keberhasilan di pemilihan. Seperti fauzi Bowo datang dengan berbagai pendanaan dan mampu memanfaatkan jabatannya. Akan terasa sulit bila calon perorangan tidak dibarengi denagn endanaan yang kuat. Dalam hal ini contohnya untuk membuat sepanduk saja membutuhkan lima ratus ribu untuk satu spanduk bila dibutuhkan seribu spanduk untuk disebarkan di seluruh Jakarta maka uang yang keluat sampai lima ratus juta. Dalam hal ini Fauzi Bowo memiliki akses pendanaan.
Untuk calon independent beliau dalam strategi marketing publisitas dan kampanyenya lebih menggunakan sosial media. Sosial media mungkin mempunyai pengaruh, akan tetapi yang menjadi target sosial media saat ini adalah orang kelas menengah keatas, tapi ketika mengacu pada daftar BPS kebanyakan pemilih DKI Jakarta adalah orang-orang kelas menengah ke bawah. Tentu mereka tidak terlalu familiar dengan sosial media.
Oleh sebab itu, jika strategi marketing dengan mengangkat sosial media memang berpengaruh tapi tidak menjadi faktor utama dalam kesuksesan, akan tetapi orang-orang yang kelas menengah ini meraka aktif dalam sosial media, mereka kritis dalam menanggapi persoalan bangsa akan tetap tidak aktif dalam pemilihan.. Aktif dan kritis tapi partisipasi mereka kurang.
Dalam hal ini menurut analisis kelompok kami strategi marketing yang paling efektif digunakan adalah perpaduan antara strategi darat dan udara, dan sosial media. Para kandidat menncoba menaikan tingkat popularitasnya melaui berbagai lini strategi darat seperti pemasangan spanduk, banner, famplet dan sosialisasi ke masyarakat, strategi udara melalui iklan di media televise maupun radio dan yang tak kalah pentingnya tentu strategi melalui sosial media.
Ketiga hal tersebut bila dipadukan efektif dalam menaikan popularitas kandidat. Pertama melaui akses televisi.kelebihan dari media televisi dalam strategi marketing adalah televisi mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat dari atas, tengah dan bawah. Kedua tingkat jangkauan, yaitu televisi mampu menjangkau wilayah secara luar akan tetapi dalam hal ini tingkat popularitas harus dibareng dengan tingkat kepuasan publik, dengan menampakkan pesan kepada pemilih dengan karakter ketokohannya, dengan kharisma yang kuat. Oleh karena itu, jika tidak dibareng dengan tingkat kesukaan public akan tidak efektif hasilnya.
Untuk komposisi dari pemilih DKI Jakarta berdasarkan data BPS rata-rata pemilih DKI Jakarta memang kelas menengah ke bawah. Hal ini tentu sangat memprihatinkan karena olampisan masyarakakat yang mampu menyuarakan perubahan dan kritis dalam kebijakan pemerintah adalah orang-orang kelas menengah keatas. Salah satu masalah kelas menengah adalah aktif dalam pemberitaaan kritis dalam sebuah persoalan tapi kurang dalam partisipasi politik.
Dalam pemilihan kandidat ini tentu bagi masyarakat kandidat harus memberikan diferensiasi pilihan perubahan , ada yang dtawarkan yaitu perubahan. Seperti calon alternativ nahrowi dan tantowi yang ditawarkan mereka perubahan. Tentu mereka tidak bisa memberikan tawaran perubahaan secara diferensiasi.
Kandidat harus memberikan diferensiasi pada level jangkar atau personal, misalkan nahrowi dia bisa mendeferensiasikan bahwa dia kuat berkharsma, dan berlatar belakang militer, atau Foke harus memberkan diferensiasi, bahwa pemerntah selama ini tidak gagal , dan ingin melanjutkan pemerintahan dengan program-program selanjutnya.
Debat kandidat di televisi kami rasa belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perolehan suara kandidat karena berdasarkan dari data charta politika sebelum masa kampanye pemilih sekitar 35 % sampai 50% sudah menentukan pilihannya sehingga untuk acara tersebut, pemilih itu sudah memiliki persepsi awal tentang kandidat, kalupun ada perubahan tidak terlalu banyak, kecuali ada gempa politik, misalnya kasus moral seperti perselingkuhan atau korupsi, ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan saat ini.
Tentu kandidat akan melakukan alternatif lain. Karena pemilih telah mendeteksi setidaknya orang harus diarahkan untuk perubahan politik bsa terjadi pada masa kampanye misalnya bisa memberikan persepsi kapada masyarakat,berbeda dengan debat politik di amerika dapat signifikan berhasil merubah persepsi masyarakat tapi saya kira belum ada studi komprehensif. Kedua tingkat kedekatan masyarakat dengan partai atau dengan kandidat lemah sehingga masyarakat tidak terlalu antusias di Amerika tingkat kedekatan dengan parta atau dengan kandidat kuat sehingga debat kandidat mapu mengubah persepsi masyarakat.
Menurut kami meskipun ada perubahan persepsi masyarakat tetapi tidak terlalu memberkan citra politik. yang mempengaruhi citra masyarakat seperti karakter ketokohan atau kekhasan,ada historis ketokohan, retorika, popularitas, yaitu dalam membangun citra dan pemimpin yang cocok dengan karakter bangsa. Hal itu penting untuk memberikan kesan ke public bahwa dia adalah pemimpin yang cocok.
Bagi kandidat calon independen tentu akan menghadapi banyak tantang bila menang dalam Pilkada ini. Ia akan berhadapan dengan kebjakan-kebjakan politik RAPBD. Dimana kekuatan politik akan tetap menghalangi calon independent dan DPR mencari strategi-strategi untuk menjatuhkan karena tidak ada kekuatan politik yang mendukung, akan tetap calon independen ini jangan takut jika memang dukungan publik besar tidak jadi masalah.
Untuk kinerja pemerintahan saat ini berdasarkan data lembaga charta politika saat ini Fauzi Bowo masih di level 50 % persen tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerjanya dan menurut kami posisi ini belum aman jika tingkat kepuasan masyarakat hanya diangka 50 %, karena mungkin akan terus menurun jika pemerintah belum signifikan dalam memberikan perubahan kinerja.
Hingga saat ini posisi diantar kandidat kepala daerah berdasarkan data bulan Mei dar charta politika sebelum rano karno mengundurkan diri di jajaran papan atas ada rano karno dan foke, di papan menengah ada orang-orang sepert tantowi, terus di papan bawah ada nahrwi, pria ramadhani dan calon alternative lainnya.
Hingga saat ini kita masih belum melihat calon yang cukup kuat untuk menyaingi Fauzi Bowo. Akan tetapi jika kita melihat para calon ini tampil dengan tim kampanye yang profesional, lembaga atau konsultan, dikelompok lain dengan tim yang profesional. Tapi konsultan itu adalah perorangan atau lembaga yang dibayar untuk keseksesan kandidat pilkada.
Konsultan ini bisa lembaga yang bergerak secara profesional, berupa poling, media makanya harus dikelola secara profesiona bisa memakai tim sendiri tetapi yang profesional. Kalau kandidat itu memakai perorangan atau memanfaatkan partai, kalau partai serius menggarap politik kampanye ini semakin personal. Mengurangi peran partai personal sehingga harus dikelola oleh tim yang profesinal dan dikemas secara modern

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Strategi Marketing politik melalui publisitas dan kampanye dapat efektif bila melalui tiga hal secara darat, udara dan sosial media. Secara darat seperti penempelan spanduk, famplet, banner maupun tenjun langsung mengadakan kampanye dan sosialisasi kepada masyarakat terhadap program dan perubahan.
Strategi udara melalui media televise akan tetapi bukan hanya memasang iklan ditelevisi akan tetapi harus membangun kesan dan citra dari iklan tersebut. Dan yang terakhir bisa melalui sosial media seperti publikasi melalui facebook, twitter dan lain-lain. Sehingga publisitas dan kampanye di pilkada ini menjangkau semua lapisan masyarakat dari general public, public attentive dan elit publik
4.2 Saran
Kami menerima kritik dan saran apabila didalam penulisan makalah kami tendapat banyak kesalahan. Agar kesalahan tersebut dapat direvisi di kemudian hari dan untuk penyempurnaan makalah kami.


DAFTAR PUSTAKA
1) Firmanzah. Marketing Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 2008
2) Venus, Antara, Drs. ” Manajemen Kampanye ”. Bandung : Simbiosa Rekatma. 2009
3) Heryanto, Gun, Gun. Komunikasi Politik di Era Industri Citra. Jakarta : PT Lasswell Visitama. 2010
4) Bahan Kuliah Komunikasi Politik

Kamis, 13 Oktober 2011

1 JUNI BUKAN HARI LAHIR PANCASILA


Tuntut Presiden untuk Merubah Konsensus Masyarakat tentang Hari Lahir Pancasila

UIN, TERAS KPI – semangat persatuan dan kesatuan sudah dibangun dari sejak awal negeri ini didirikan. Namun, negeri yang ingin memasuki usia ke-66 ini, justru hilang nilai-nilai Pancasilanya dari kehidupan masyarakat. Kesadaran masyarakat akan hal ini memang harus ditingkatkan.

Hal itu mengemuka dalam Dialog Kebangsaan “Menterjemahkan Nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara” yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) di Auditorium Utama, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (15/6). Sebagai bangsa Indonesia, kita wajib mengetahui apa yang menjadi dasar Negara. Pancasila, yang sering didengungkan ketika kita masih berada di sekolah tingkat dasar merupakan suatu upaya dalam mengenalkan dasar Negara kita. “Inilah Pancasila, ini dasar Negara yang harus dipelihara. Bagaimana menjadi bangsa yang besar jika anak bangsa kita tidak tahu mengenai dasar Negara kita,” ungkap Staf ahli Menko Polhukam bidang ideologi dan konstitusi, Laksamana Pertama TNI AL Christina Maria Rantatena, yang menjadi salah satu pembicara.

1 juni 1945, Pancasila ditetapkan sebagai dasar Indonesia merdeka. Bukan menjadi hari lahir Pancasila. “Bung Karno menyatakan bahwa Pancasila tidak pernah dilahirkan, tetapi sudah ada, tumbuh dan berkembang,” ucap Kepala Gardu Besar Pejuang Tanpa Akhir (PETA), Agus Salim HK. “yang merayakan 1 juni sebagai perayaan hari lahir pancasila harus dipertanyakan”, tambahnya. Jika memang seperti ini, seharusnya masyarakat berani untuk menuntut presiden agar merubah tanggal 1 Juni bukan sebagai hari lahir Pancasila, tetapi hari Pancasila ditetapkan sebagai dasar Negara RI.

.

Sebagai kaum Reformis sekaligus Diplomat RI, Taufik Rigo yang juga menjadi salah satu pembicara dalam dialog ini, menyatakan bahwa masyarakat Indonesia harus sadar bahwa ada empat konsensus dasar yang disepakati oleh para pendahulu yaitu Pancasila, UUD 1945 , Bhineka Tunggal Ika, dan disatukan dalam wilayah NKRI.

Yang kita harapkan dalam aktualisasi nilai pancasila, generasi muda dapat memainkan dua peran, yakni menjadi agent of change dan agent of development, yakni Agen pembangunan sumber daya manusia yg mempunyai karakter pancasila dan jati diri pancasila.